Wednesday, October 22, 2014

TANTANGAN PEMERINTAHAN JOKOWI – JK DALAM MELINDUNGI MINORITAS DI INDONESIA

20 Oktober 2014 yang lalu, Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi – JK) dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Banyak tantangan yang harus dihadapi pemerintahan Jokowi – JK sebagai warisan dari pemerintahan sebelumnya, SBY – Boediono. Kasus korupsi yang merajalela, masalah bahan bakar minyak (BBM),  kebijakan bantuan langsung tunai (BLT) bagi rakyat miskin yang amburadul, kebijakan penyaluran bantuan dana BOS bagi sarana pendidikan di Indonesia yang tak merata, permasalahan kasus bank Century yang sampai saat ini belum tuntas, tidak adanya transparansi kerja pemerintah kepada rakyatnya, sistem ekonomi kapitalis yang masih mencengkeram Ibu Pertiwi, hingga masalah Hak Asasi Manusia (HAM), merupakan beberapa contoh permasalahan pada masa pemerintahan SBY – Boediono yang harus diselesaikan oleh pemerintahan Jokowi – JK.
Tantangan bagi pemerintahan Jokowi – JK yang menjadi fokus pembahasan opini ini adalah mengenai permasalahan Hak Asasi Manusia (HAM), yakni diskriminasi terhadap kelompok minoritas. Penyerangan terhadap rumah ibadah bahkan pada jama’ahnya tidak bisa diterima. Contohnya di Yogyakarta pada bulan Mei 2014 yang lalu. Tercatat ada 6 kasus kekerasan terhadap kelompok minoritas. Kasus-kasus kekerasan tersebut diantaranya penyerangan terhadap umat kristiani yang tengah beribadah, dan lain-lain. Akibatnya, status Yogyakarta sebagai Negeri Toleran dipertanyakan.
 Juga terhadap warga Syi’ah & Ahmadiyah Indonesia, 2 aliran kepercayaan dalam Islam yang masih menjadi musuh bagi kelompok-kelompok Islam intoleran di Indonesia. Mengutip dari ahlulbaitindonesia.org pada tanggal 4 September 2014, dijelaskan bahwa pengungsi Muslim Syi’ah Sampang di Sidoarjo, dan pengungsi Ahmadiyah di asrama Transito, Nusa Tenggara Barat, juga banyaknya masjid-masjid Syi’ah dan Ahmadiyah yang disegel menyebabkan para Jama’ahnya harus beribadah di luar masjidnya sendiri, hingga detik-detik terakhir pemerintahan SBY – Boediono masih berada dalam ketidakjelasan nasib.
Komnas HAM menyebut pemerintahan SBY – Boediono gagal dalam pemenuhan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan bagi rakyatnya. Menurut M. Imdadun Rahmat, salah satu Komisioner Komnas HAM, kasus Muslim Syi’ah Sampang dan Jama’ah Ahmadiyah yang masih berada di pengungsian merupakan potret nyata bahwa SBY telah gagal. Pernyataan tersebut disampaikan oleh M. Imdadun Rahmat dalam konferensi pers yang dilakukan Komnas HAM pada 4 September yang lalu di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta, dengan tema “Mendesak Komitmen Jokowi – Jusuf Kalla terhadap Penyelasaian Kasus Kebebasan Beragama Berkeyakinan sebagai Agenda Prioritas Pemerintah”.
Dalam sejarah Indonesia, Syi’ah dan Ahmadiyah adalah bagian yang tak terpisahkan dari umat Muslim Indonesia. Syi’ah telah berkembang di Nusantara sejak abad ke 12, sementara Ahmadiyah berkembang di Hindia-Belanda pada masa kolonial. Kita tidak bisa melepaskan mereka dari bagian kita, terutama Ahmadiyah. Gerakan Islam yang berasal dari India tersebut telah menginjakkan kakinya di tanah air sekitar 20 tahun sebelum kemerdekaan Indonesia. Ahmadiyah Lahore masuk ke tanah air dibawa oleh Mirza Wali Ahmad Beig pada 1924, sementara Ahmadiyah Qadian menyusul dibawa oleh Rahmat Ali.
Pada kongres Sarekat Islam di Yogyakarta tahun 1928 membicarakan tafsir Al-qur’an yang digarap oleh Cokroaminoto dengan menggunakan tafsir Ahmadiyah Lahore. Haji Agus Salim berpendapat bahwa dari segala jenis tafsir Al-qur’an, baik dari kaum kuno, mu’tazillah, ahli sufi, dan golongan modern, tafsir Ahmadiyahlah yang paling baik untuk memuaskan para pemuda Indonesia yang terpelajar. Ahmadiyah juga mewarnai para pemuda Islam dalam Jong Islamieten Bond. Para Proklamator kemerdekaan Indonesia, Soekarno & Hatta juga dekat dengan Ahmadiyah karena gerakan tersebut dinilai modernis, progesif, dan segar.
Perkembangan kedua kelompok Islam minoritas di Indonesia tersebut seharusnya dipahami betul oleh pemerintahan Jokowi – JK. Sungguh tak adil rasanya, jika hanya karena perbedaan aliran kepercayaan mereka harus tergusur dari rumahnya sendiri. Bahkan tak bisa beribadah di rumah ibadahnya sendiri yang disegel karena dianggap sesat. Jokowi – JK dan jajaran pemerintahannya harus membebaskan mereka dari cengkeraman kelompok Islam intoleran.

Kasus-kasus kekerasan atas nama agama tak boleh dianggap angin lalu bagi pemerintahan Jokowi – JK. Harus ditindak dengan sangat tegas dan tanpa ampun. Indonesia sebagai negara yang plural sedang dilanda ancaman bagi pluralitas tersebut. Dengan dilantiknya Jokowi – JK menaikkan harapan untuk perdamaian dan persatuan Indonesia atas nama Bhinneka Tunggal Ika yang pada dua periode kepemimpinan SBY gagal diwujudkan. Harapan minoritas ada di pundak Jokowi – JK saat ini.

No comments:

Post a Comment