Tuesday, June 16, 2015

SWASEMBADA MENYONGSONG KEDAULATAN PANGAN

Kebijakan Swasembada Pangan sangat mempengaruhi keberadaaan pangan di Indoensia. Swasembada sendiri dapat dimaknai sebagai pemenuhan atas kebutuhan sendiri, tidak bergantung kepada luar negeri. Indonesia pernah dikenal sebagai negara swamsembada pangan, namun sebutan ini semakin luntur akibat semakin turunnya produktivitas panen Indonesia.
          Sejak lama pemerintahan Indonesia memikirkan cara untuk swasembada pangan. Pemerintahan Orde baru dengan kebijakan Pelita IV di tahun 1984 (dekade tahun 80-an) berhasil melaksanakan swasembada pangan, hingga yang terbaru rezim pemerintahan Jokowi-JK dengan kebijakan swasembada pangan yang oleh Menteri Pertanian di targetkan tercapai dalam kurun waktu tiga tahun sejak pemerintahan Jokowi-JK resmi menjabat. Wakil presiden Jusuf Kalla bahkan memproyeksikan Indonesia akan swasembada pangan dalam jangka waktu satu tahun.
Berbagai strategi digunakan oleh pemerintahan Jokowi-JK untuk mewujudkan swasembada pangan, mulai dari anggaran yang besar untuk perbaikan irigasi dan pembangunan waduk, distribusi pupuk bersubsidi, serta bantuan traktor untuk petani . Bantuan traktor terbaru  sekitar  6000 unit di kab. Ponorogo, Jawa Timur. Sebelumnya, presiden Jokowi sudah membagikan sekitar 1.099 traktor secara langsung di Subang . Pembagian traktor di Kab. Ponorogo ini menimbulkan permasalahan yang sempat marak di media.  Kejanggalan pembagian traktor ini akibat ditariknya kembali traktor oleh pemerintah daerah, sehingga membuat masyarakat khususnya petani menyindir pemerintah dengan sebutan  “janji palsu”. Untuk kasus ini, presiden memberikan keterangan langsung, bahwa langkah yang diambil bertujuan untuk  pemerataan distribusi traktor ke daerah-daerah lainnya.
Distribusi pupuk juga menjadi sorotan pemerintah dalam mewujudkan swasembada pangan, tidak tanggung-tanggung Menteri pertanian mengatakan akan mencabut izin operasi bagi para distributor pupuk jika pengirimannya terlambat. Pupuk bersubsidi menjadi penting bagi masyarakat untuk meningkatkan produktivitas pertanian, khususnya padi sebagai bahan pokok utama pangan di Indonesia. Presiden Jokowi mengakui bahwa dalam distribusi pupuk masih ada oknum yang “main”. Berbagai cara digunakan untuk menanggulangi para mafia pupuk ini hingga pelibatan TNI dalam distribusi. Modus yang dilakukan oleh mafia pupuk ini beragam, mulai dari menyelundupkan pupuk bersubsidi hingga mendirikan koperasi gadungan. Tidak terkecuali dengan DIY  dan sekitarnya, kelangkaan pupuk bersubsidi menjadi masalah karena kekurangan pasokan dari pusat. Di samping itu, untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan pupuk bersusbsidi, TNI di wilayah DIY dan sekitarnya dilibatkan secara langsung.
Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah patut kita apresiasi, meski masih banyak celah yang harus ditutupi. Seyogyanya Indonesia dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah dapat mewujudkan swasembada pangan, bahkan menjadi importir beras. Cukup miris melihat Indonesia yang harus mengimpor beras dari negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam yang memiliki lahan pertanian sempit (dibanding Indonesia) namun mampu mengoptimalkan hasil produksi pangan (khsusunya beras). Pemerintah seperti kurang serius dalam melakukan swasembada, terkesan sepele dalam menghadapi masalah pertanian. Hal ini dapat dilihat dari semakin sedikitnya lahan pertanian di Indonesia. Lahan pertanian (khususnya persawahan) yang semakin lama digantikan oleh pembangunan  lahan nonpertanian, seperti industri. Hal ini tentu bertentangan dengan tujuan swasembada pangan, dimana di satu sisi permintaan akan beras semakin banyak (jumlah penduduk yang bertambah)  namun lahan untuk memproduksi beras tersebut semakin sedikit, wajar saja produksi beras di indonesia semakin menurun karena semakin berkurangnya lahan pertanian.
Upaya berikutnya yang dapat diterapkan adalah meningkatkan teknologi. Vietnam dan Thailand mampu menemukan teknologi yang baik untuk mengahasilkan bibit unggul untuk meningkatkan produsktivitas pertanian. Selain itu sistem pertanian kita juga harus diperbaiki, semisal proses tanam bibit yang tadinya dilakukan pada pertengahan dan akhir tahun, maka kali ini dilakukan pada awal tahun atau setelah puncak musim hujan. Ahli pertanian mengutarakan bahwa penanaman bibit di awal tahun akan meningkatkan produktivitas pertanian dan meminimalisiri gagal panen. Regulasi terkait kepemilikan lahan juga harus menjadi sorotan pemerintah, karena kepemilikan lahan petani Indonesia sangat minim, hal ini akan mengurangi  kesempatan petani Indonesia dalam memproduksi beras. Masyarakat Inodonesia juga harus mampu didorong untuk tidak bertumpu pada nasi (beras) sebagai makanan pokok. Ketergantungan masyarakat terhadap beras terbukti dengan tidak kurang dari 90 % masyarakat menjadikan beras sebagai makanan pokok,  alternatif lain yang dapat diproduksi dalam jumlah besar seperti jagung dan  sagu yang tidak kalah nutrisinya dengan padi.

No comments:

Post a Comment